RANDOM NOTE : LANDY MEMBAWAKU KEMANA?


Landy Membawaku Kemana?

Bagian 1

.
.
“Bal, nanti kamu tunggu di Taman Cirendang. Disana ada mobil yang akan membawa kamu ke lokasi. Kamu stand by ya” begitulah pesan yang di sampaikan Pak Yayat salah satu anggota BPBD di daerahku. Aku yang sudah siap di kantornya langsung bergegas menuju lokasi penjemputan. Pemberangkatan kali ini, aku ditemani kawanku yang bernama Imam.
.
Setengah jam berlalu, mobil itu tak kunjung datang. Ku telpon kembali Pak Yayat, katanya aku harus menunggu sebentar lagi. Ciri-ciri mobilnya berwarna orange berjenis kendaraan Offroad. Kata Pak Yayat merek mobilnya Landrover.
.
Tak lama setelah menelpon. Mobil yang ditunggu pun tiba, membawa satu orang penumpang di depan. Aku melambaikan tangan. Sang supir pun paham, karena sebelumnya sudah berkoordinasi dengna Pak Yayat.
.
Maka berangkatlah kami berempat menuju lokasi.
 .
Jarak yang ditempuh lumayan jauh, sekitar 45 menit untuk sampai dipemberhentian pertama. Letaknya berada di daerah Kuningan sebelah utara. Cukup terkenal karena pemnadangannya yang indah.
.
“Kita istirahat dulu disini sambil mendinginkan mesin mobil yang panas. Jarak kesana cukup jauh dengan kontur jalan berbatu dan berpasir. Kita makan dulu biar ada tenaga” ujar Pak Supir yang belakangan kutahu ia suka di panggil Pak Haji.

“Baik Pak.” aku menurut.
.
Selesai menunaikan salat Ashar aku kembali ke mobil. Mengecek kembali perlengkapan yang ku bawa. Takut-takut ada yang harus ku beli. Karena aku khawatir disana tidak ada warung yang menjual perlengkapan yang ku butuhkan. Bukankah mencegah lebih baik dari pada mengobati?
.
Setelah tubuh kembali rileks dan bertenaga. Kami siap melanjutkan perjalanan. Tidak lupa berdoa agar diberi keselamatan oleh sang maha pencipta.
.
Mobil mulai memasuki hutan melalui jalan berbatu. Berliku, terjal dan berdebu adalah jalanan yang kami lalui. Mobil kerap kali mengambil ancang-ancang untuk melewati jalanan menanjak dan terjal.
.
Di tengah perjalanan, sang supir memutuskan untuk berhenti sejenak. Mendinginkan kembali mesin mobil yang panas dan tak lupa mengecek keseluruhan mobil. Khawatir ada yang harus di perbaiki.
.
“Kondisi ban aman Ji?” tanya Pak Deni teman yang Pak Haji bawa.

“Aman bro.”

“Masih setengah perjalanan lagi Bal, semangat” kata Pak Deni.

“Siap. Pak. Kami selalu semangat” ucapku sambil meregangkan otot yang pegal.
.
Hari kian gelap. Pak Supir kembali mengijakan gas untuk melanjutkan perjalanan. Mentari senja menemani kami di perjalanan. Lalu perlahan tertutupi tatkala mobil memasuki hutan yang penuh dengan pohon Pinus.
.
Jalanan berbatu, berpasir dan berdebu seolah menjadi pemandangan yang biasa. Mentari sudah berada di titik akhir penerangannya, lalu dari kejauhan terlihat lampu yang menyala di atas sana. Kata Pak Deni tanda sudah dekat. Lampu depan pun menyala menggantikan cahaya mentari yang hilang untuk menerangi jalan.

“Heyyy!” teriak salah seorang disana sambil melambaikan tangan.
.
Lalu mobil berhenti di samping mobil lain yang telah datang lebih dahulu.

“Akhirnya sampai juga, Ji” sapa salah seorang teman Pak Haji.
“Alhamdulillah. Lumayan pegel bro”.

Setelah berjabat tangan, aku meninggalkan mereka dan pergi ke penginapan. Disana ada salah satu kawan ku dari BPBD.

“Ef, gimana kondisi disini? Aman?” tanyaku langsung.

“Disekitaran sini sudah aman. Baru selesai memadamkan api di titik yang disana” tunjuk Aef ke arah barat daya.

“Namun masih ada beberapa titik yang harus di padamkan. Di bawah sana masih ada dua titik. Khawatir merambat naik ke tempat ini.” Aef melanjutkan.

Aku melihat sekeliling. Ternyata masih ada titik api yang harus di padamkan. Di malam hari api terlihat jelas tengah menyala-nyala.
.
Udara cukup dingin, api unggun menyala memecah kedinginan diantara kami. Lalu tiba-tiba cahaya dari bawah perlahan naik menyusuri jalanan ke arah kami. Ternyata itu Kang Mejik, salah satu pegiat alam di Kunignan yang cukup terkenal. Pendiri dua organisasi pencinta alam di daerahku.
.
Kang Mejik ternyata membawa dua orang penumpang. Salah satunya adalah kawanku, Rizal dan seorang lagi bernama Andre, lebih akrab di panggil Bodrek setelah ku berkenalan dengannya. Ternya kita berasal dari almamater yang sama.

“Aku baru saja dari bawah, lihat titik api yang lain. Masih ada titik yang belum padam. Mungkin besok pagi, kita bergerak untuk memadamkannya.” ucap Rizal.

“Siap. Kami sih, gimana diaturnya saja.” ucap Imam.

“Semoga tidak naik sampai kesini ya” ucapku penuh harap.

“Aamiin” Bodrek mengamini.
.
Malam kian larut, obrolan ngalor ngidul adalah cara kami untuk sedikit terjaga sambil memantau titik-titik api dibawah sana. Lalu, satu persatu pergi ke tempat tidurnya masing-masing. Ada yang memilih di mobil, ada pula yang memilih di warung. Sementara, aku memilih di tempat penginapan yang ada kasurnya. Lumayan untuk menjaga kesegaran tubuh esok.

***

Alarm membangunkanku untuk salat subuh, walau agak kesiangan. Pagi itu aku disambut mentari pagi Bukit Seribu Bintang. Indah sekali. Sementara yang lain belum bangun, aku menikmati pagi itu dengan segelas coklat hangat. Sempurna.
.

.
Dari arah parkiran mobil, terdengar suara Lnadrover yang menderu. Ternyata kang Mejik tengah memanaskan mobilnya. Itu berarti aku harus sudah bersiap-siap kembali.

“Kita akan turun. Siapkan peralatan kalian, dan jangan lupa isi perut. Kasih tahu yang lain.” perintah kang Mejik.

“Siap kang” ucapku.

Turun kemana? Tanyaku dalam hati.

*bersambung*

Komentar

Postingan populer dari blog ini

RANDOM NOTE : TAMAN BACA MASYARAKAT SAUNG-KU-RIANG

CATATAN PPL : PERTEMUAN KEDUA

CATATAN PPL : PERTEMUAN KETIGA