CATATAN PPL : PERTEMUAN KETIGA
“Pertemuan Ketiga”
.
“Hadapi ketakutanmu sendiri. Hidup harus terus berjalan”
- Erla -
.
Setelah pertemuan kedua
kemarin, minggu berikutnya seluruh siswa melakukan kegiatan UTS (Ulangan Tengah
Semester). Otomatis kegiatan PPL minggu ini pun terhenti untuk sementara.
.
Suatu ketika, UTS baru saja
berjalan dua hari. Saat Nely dan kawan-kawan yang lain sedang berada di
perpustakaan. Tiba-tiba datang seorang guru dan berkata “Ini kenapa sih kalian ngawasnya di kelas rendah saja. Kenapa
tidak di kelas tinggi juga!”.
.
Saat itu mereka sedang
berdiskusi tentang kegiatan ngawas esok.
Nely memimpin diskusi perihal besok kita akan ngawas di kelas tinggi dan menyusun jadwalnya. Sontak kalimat itu
mengagetkan mereka.
.
“Ini bu, kita lagi nyusun
jadwal ngawas di kelas tinggi buat
besok.” ujar Nely hendak menjelaskan.
.
Belum sempat menjelaskan
lebih lanjut sang Guru pun langsung pergi lagi. Dengan hati yang masih shock Nely dan kawan-kawan yang lain
kembali merundingkan kegiatan ngawas untuk
hari rabu dan kamis. Sementara kejadian itu berlangsung, posisiku masih mengawas di kelas 3B, menggantikan wali
kelasnya yang tidak bisa hadir.
.
Setelah mendengar cerita itu
dari kawanku, dalam hati ku katakan untung
aku masih di kelas.
Seberes upacara di hari
senin. Aku menunggu seorang guru yang kelasnya akan ku pinjam. Guru itu bernama
Ibu Reni Aminah, wali kelas 5B yang kelasnya akan ku pinjam untuk praktek
mengajarku.
.
Waktu menunggu kuhabiskan di
perpustakaan. Biasanya aku membaca buku, mengedit video lamaran pesanan orang, kadang-kadang
stalking si dia, eh. Aku menunggu sampai kelasnya beres.
.
Waktu sudah menunjukan pukul
11.30 namun Ibu itu belum juga terlihat batang hidungnya. Aku pun berinisiatif
menunggunya di depan kelas. Setengah jam berlalu, kelaspun bubaran. Aku masuk
kelas.
.
“Bu, maaf mengganggu. Bu,
Iqbal ijin ikut mengajar di kelas ini.”
“Loh kok baru sekarang minta
ijinnya?” tanya Bu Reni.
“Iya bu, soalnya kemarin kan
UTS jadi enggak sempet.” ucapku menge-les bagai bajaj. Padahal pas UTS waktuku
terbilang banyak. Ah, aku memang kadang pemalas.
“Oh yaudah tunggu sebentar,
Ibu cari materinya dulu sudah sampai mana.”
“Baik Bu.” aku menunggu tak
lama.
“Nanti kamu mengajar di hari
rabu ya.” ucap Ibu sambil memberi buku.
“I-iya Bu” kataku sedikit
kaget. Setahuku jadwal tematik di kelas ini di hari sabtu.
“Sanggupkan buat dua RPP,
Matematika dan Tematik?” Bu Reni memastikan.
“Sa-sanggup Bu.” ucapku
spontan. Bagaimana enggak kaget. RPP yang ku kerjakan itu biasanya satu dan
tematik. Dan ini mata pelajaran yang ku hindari akhirnya datang. Matematika, mati
aku.
.
Setelah menerima buku materi
dan diberi tahu kompetensi dasar yang harus di capai di dalam kelas, aku pun
pamit sambil di hantui sejumlah pertanyaan di benakku. Bentuk RPP seperti apa
yang harus ku buat? Media pembelajaran seperti apa yang harus ku gunakan?
Matematika? Oh tidak.
.
“Kenapa kamu gelisah sekali,
Bal” tanya Erla.
“Iya nih, dua hari lagi RPP
harus beres dan masalahnya RPP yang ku buat dua.”
“Kok dua?” tanya Erla kaget.
“Iya dua, RPP Matematika dan
Tematik. Aku enggak bisa Matematikanya” ucapku sambil mengeluh.
“Oh gitu. Belum apa-apa udah bilang
enggak bisa.”
“Aku takut gagal.”
“Hadapi ketakutanmu sendiri.
Hidup harus terus berjalan.” kata-kata Erla menyemangatiku.
“Nanti aku bantu deh.”
tambah Erla sambil menepuk pundak seraya pergi untuk pulang lebih dulu.
Aku kembali duduk terpaku di
perpustakaan. Di hadapanku ada laptop dan RPP yang harus ku kerjakan. Kata-kata
Erla sejenak membuatku sadar bahwa hari senin bukan lagi hari yang menyeramkan.
Dan hari rabu nanti, praktek mengajarku harus terus berjalan.
***
Hari itu tiba. Seperti
biasa, saat praktek mengajar aku sedikit lebih cepat berangkat untuk tiba di
sekolah. Menurut informasi dari salah satu kawan, Pak Eddy hari ini tidak akan datang ke
sekolah. Informasi ini sudah ku pastikan saat kemarin akan konsultasi RPP,
beliau pun tidak datang. Inisiatif, aku memberitahunya dengan memberikan
pesan singkat bahwa aku akan mengajar di 5B hari ini.
.
Pukul setengah 8 para siswa
dengan tertib sudah di kelasnya masing-masing. Berbekal RPP yang ku buat selama
dua hari ini aku beranjak masuk kelas. Ditambah lagi informasi bahwa Pak Eddy
hari ini tidak akan masuk sekolah, membuatku lebih tenang dan siap mengajar.
Untuk pertama kalinya
mengajar di kelas tinggi. Rasanya berbeda sekali. Air muka ku sering berubah di
kelas ini. Kadang senyum kadang tiba-tiba berubah marah karena melihat suasana kelas yang berisik. Treatment yang
diberikan pun memiliki perbedaan diantara kelas rendah dan tinggi.
.
Untungnya, karena Pak Eddy
enggak berangkat sekolah aku jadi lebih leluasa dalam menguasai kelas. Memang
sepatutnya begitu, meskipun pembelajaran berpusat pada siswa tetap gurulah yang
menguasai kelasnya.
.
Untuk pertama kalinya juga
aku mengajar matematika. Mata pelajaran yang tidak ku sukai. Tapi harus tetap
bisa aku kuasai. Satu persatu materi ku berikan dengan semaksimal mungkin.
Beres satu materi aku beri soal, begitu terus sampai materi terakhir.
.
Sebenarnya tidak ada yang
sulit dalam hal mengajar matematika. Matematika itu kaitannya dengan logika.
Kita harus benar-benar memahami konsep dalam sebuah materi. Terus berlatih
sampai materi terkuasai. Lalu cari cara bagaimana mengajarkan materi tersebut
kepada siswa. Menggunakan media pembelajaran adalah salah satu cara yang mudah
untuk menyampaikannya.
.
Waktu sudah menunjukan pukul
09.50. Waktunya istirahat anak-anak, aku pun. Tapi aku tetap memutuskan untuk
tetap di kelas, mempersiapkan pembelajaran selanjutnya.
***
Setengah jam berlalu,
istirahat selesai. Para siswa sudah masuk kembali ke kelas, tak terkecuali
kelas 5B. Proyektor, laptop dan kawan-kawannya sudah ku siapkan untuk pembelajaran ini. Peralatan itu sengaja ku bawa sendiri dari rumah. Aku takut hal seperti di pertemuan pertama terulang kembali.
.
Di kelas ini, aku
menggunakan model pembelajaran Role
Playing pada Pembelajaran 1 Subtema 3 Tema 3 tentang makanan sehat. Model pembelajaran
ini menekankan dimana siswa mampu memeragakan sebuah adegan sesuai dengan
materi pembelajaran. Agar pesan dari materi pembelajaran ini mampu di rasakan
oleh siswa itu sendiri. Aku memilih 5 orang siswa.
“Baik, untuk lebih memahami
penyampaian dalam sebuah iklan. Bapak akan memilih secara acak 5 orang untuk
memeragakan iklan ini.”
Anak-anak mulai geisah
karena takut akan di tunjuk. Untuk memudahkan dalam memilih siswa, aku
menggunakan model pembelajaran Snowball
Throwing. Model Pembelajaran ini mirip dengan Talking Stick yang pernah ku gunakan di kelas 3C pada pertemuan
kemarin. Bedanya, hanya terletak pada alat yang digunakan.
“Baik, bapak memiliki sebuah
bola. Lalu bola tersebut harus memutar dan berpindah dari satu siswa ke siswa
lain dengan di iringi musik.” aku menjelaskan dan siswa memerhatikan.
“Lalu, ketika musik berhenti
dan bola berada di salah satu tangan dari kalian. Maka yang memegang bola
terakhir itulah yang terpilih.” ucapku lebih lanjut.
“Are you ready?”
“Readyyy!!!” teriak siswa
melepaskan ketegangan untuk bermain Snowball
Throwing ini.
“Oke, mulai!”
Bola mulai bergulir dari
satu tangan ke tangan yang lain. Via Vallen mulai bernyanyi mengiring laju bola
yang bergulir dibalik laptop yang kubawa. Lalu tiba-tiba musik berhenti.
“Stop!”
“Naaah.. siapa tuh yang
kena?”
“Dias pak!” teriak siswa.
“Baik. Dias, silakan maju
kedepan.” dengan pasrah Dias maju ke depan kelas.
“Oke, siap ya kita mulai
lagi.” aku memastikan.
“Satu, dua, tiga mulai!”
Bola kembali bergulir. Lagu
berganti dari Via Vallen ke Siti Badriah, dari Siti Badriah pindah ke lagu
Nasional. Satu persatu siswa mulai terpilih dan maju ke depan. Sampai tiba di
siswa yang terakhir.
“Baik, sudah ada lima siswa
yang terpilih, saatnya kita mulai bermain peran.”
Dias, Putri, Apid, Tiara dan
Suci sudah di berbaris di depan kelas. Berbekal teks iklan yang kuberikan dan
sedikit arahan dariku, kelima siswa ini siap memainkan perannya. Sementara,
anak-anak yang lain menyimak dan memerhatikan di balik meja.
.
“Satu, dua, tiga. Action!”
ucapku.
.
Dias dkk. mulai memainkan
perannya. Dias dan Apid berperan sebagai dua orang laki-laki yang sedang sakit
perut sementara Tiara dan Suci berperan sebagai teman mereka berdua yang
memiliki obat mujarab. Lalu Putri, memainkan tugasnya sebagai narator.
.
Secara keseluruhan kelima
siswa ini berperan bagus. Aku cukup senang melihatnya.
.
Hari semakin siang, waktu pulang sudah mendekat. Pembelajaran hampir selesai dan tersampaikan. Tinggal satu lagi yang harus ku sampaikan mengenai cara membuat poster iklan.
.
“Anak-anak, setelah kalian memahami tentang iklan. Bapak ingin kalian membuat sebuah poster tentang cara merawat organ pencernaan.”
Hari semakin siang, waktu pulang sudah mendekat. Pembelajaran hampir selesai dan tersampaikan. Tinggal satu lagi yang harus ku sampaikan mengenai cara membuat poster iklan.
.
“Anak-anak, setelah kalian memahami tentang iklan. Bapak ingin kalian membuat sebuah poster tentang cara merawat organ pencernaan.”
“Coba, sekarang siapkan alat
tulis kalian dan pensil warna. Lalu buatlah sebuah poster.” ucapku menjelaskan
setelah memberikan LKS kepada masing-masing siswa.
Satu persatu siswa mulai
membuat poster. Aku berkeliling memerhatikan siswa. Ada yang menggambar
lambung, usus, mulut dan sebagainya. Sementara waktu terus saja bergulir,
pekerjaan mereka terbilang lambat.
.
Waktu sudah habis, siswa
belum juga selesai mengerjakan. Aku putuskan untuk menunda pekerjaan mereka dan
memerintahkan siswa untuk mengerjakannya di rumah. Lalu dikumpulkan besok pagi.
.
Akhirnya, jam pelajaran pun
habis. Salah satu siswa memimpin doa untuk pulang. Lalu, satu persatu siswa
pergi meninggalkan kelas juga aku. Praktek mengajarpun selesai.
.
Sekian cerita hari ini.
Ambil apa yang bisa di ambil. Tetap membaca.
.
Salam literasi~
Komentar
Posting Komentar